Menanggapi beberapa tanggapan tentang rencana perubahan nama Wantannas menjadi Wankamnas, Sesjen Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Laksdya TNI Dr. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos,. S.H,. M.H,. M.Tr.Opsla, mengakatan bahwa di era ini, kebebasan menyampaikan pendapat adalah hal yang wajar terjadi. Dalam kesempatan memimpin diskusi terhadap perkembangan rencana Revitalisasi Dewan Ketahanan Nasional, Rabu (14/9/2022) yang didampingi oleh para pejabat teras Wantannas dan dihadiri beberapa kalangan LSM diantaranya dari PBHI, Imparsial, Forum De Fakto, Kontras, LBH Jakarta dan HMI, dalam kesempatan lain dengan Staf Ahli Kapolri, Harjo menjelaskan tentang urgensi dilaksanakannya Revitalisasi dan Validasi Wantannas menjadi Wankamnas, disebabkan oleh negara Indonesia belum memiliki sistem/mekanisme pengambilan keputusan oleh Presiden terhadap situasi krisis yang bersifat strategis, krusial dan mendesak yang dapat mengancam eksistensi kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana berlaku di negara-negara lain terutama di negara-nergara demokrasi dan maju, seperti AS, Inggris, Turki, Jepang, dll.
Ancaman terhadap eksistensi kedaulatan sebuah negara saat ini bukan hanya berkaitan dengan ancaman militer negara lain saja yang menyebabkan runtuhnya sebuah negara, namun sudah melingkupi berbagai macam sendi kehidupan hingga ke dunia maya. Oleh karena itu tidak lagi hanya menempatkan militer di garda terdepan dalam menjaga kedaulatan negara. Demikian pula pemahaman Keamanan Nasional tidak boleh diartikan hanya berkaitan keamanan publik yang lebih dikenal dengan keamanan dan ketertiban masyarakat saja yang menempatkan aparat kepolisian sebagai garda terdepannya. Namun Keamanan Nasional memiliki dimensi yang lebih luas dan melibatkan seluruh komponen bangsa terlibat didalamnya.
Wantannas sebagai salah satu Lembaga Kepresidenan yang bertugas memberikan rekomendasi dalam pengambilan kebijakan strategis, krusial dan mendesak yang dapat mengancam eksistensi kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Kepres 101 tahun 1999, sudah tidak relevan lagi untuk menghadapi dinamika ancaman nasional saat ini, sehingga perlu adanya sebuah perubahan.
Adanya upaya penolakan terhadap rencana perubahan ini disebabkan masih adanya pihak-pihak yang merasa akan terganggu kepentingannya, khususnya dengan nama “Keamanan”, sehingga muncul pendapat, yang penting tidak menggunakan kata “Keamanan” dan dengan berbagai cara berusaha menentangnya. Di era keterbukaan saat ini adalah hal yang wajar, namun hendaknya masyarakat mau belajar dan memahami makna “Keamanan” saat ini dengan baik baik secara ilmiah akademis, maupun dihadapkan pada tuntutan perkembangan jaman saat ini, sehingga tidak lagi menggunakan kata pokoknya tidak setuju kalau dengan menggunakan nama “Keamanan”. Sebagaimana dalam diskusi tersebut telah dijelaskan berbagai alasan baik secara ilmiah akademis maupun sejarah perkembangannya secara gamblang, bahkan secara sadar dapat menerimanya, namun pada akhirnya kembali kepada masalah klasik agar tidak menggunakan kata “Keamanan” untuk menghindarkan trauma masa lalu dan dianggap bahwa keamanan sudah final hanya menjadi domain institusi tertentu.
Apabila polemik ini terus dibiarkan, tentu akan menjadi bentuk pembodohan masyarakat dalam memahami keamanan, seolah-olah mensimplifikasi keamanan menjadi sederhana, sehingga akan mengurangi kesiapan bangsa dan negara dalam menghadapi setiap ancaman nasional. Dengan system control masyarakat yang sudah berkembang saat ini, sesungguhnya apa yang menjadi kekhawatiran masyarakat tidak mungkin terjadi lagi, apalagi sudah ditegaskan berkali-kali bahwa tidak ada Lembaga dewan satupun di dunia yang melaksanakan kegiatan operasional (bukan Lembaga operasional), justru sebaliknya Lembaga dewan ini adalah bentuk implementasi dari pengamalan Pancasila sila ke-4 yang benar yaitu untuk memberikan rekomendasi kepada presiden yang berkaitan dengan stabilitas keamanan nasional secara musyawarah, mufakat dengan hikmah yang dilakukan oleh anggota tetap dan anggota tidak tetap yang mewakili seluruh komponen bangsa ini. Keberadaan Lembaga ini berperan untuk menjamin terciptanya stabilitas keamanan nasional yang mantap untuk menjamin jalannya program pembangunan nasional dengan baik sehingga dapat terwujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kehadiran lembaga ini untuk bisa memastikan agar jangan sampai terjadi hal-hal yang merugikan anak bangsa dan negara termasuk agar tidak terjadi pelanggaran HAM, karena keputusan yang dibuat untuk mengatasi suatu krisis/masalah sudah melalui mekanisme, analisa, yang bertingkat dan rigit dengan melibatkan akademisi, birokrasi, dan praktisi. Termasuk LSM juga diundang sesuai dengan materi yang dibahas. Dalam proses pembahasannya dilaksanakan secara terbuka yang diawali melalu berbagai forum diskusi FGD, RTD, Rapat kerja, Pokja, Kunjungan daerah dalam proses penyiapannya sebelum pelaksanaan siding dewan diselenggarakan yang dipimpin oleh Presiden selaku ketua Dewan.
Selanjutnya Harjo menegaskan semua ini berpulang kepada Presiden selaku kepala Negara dan Kepala Pemerintahan sebagai pengambil keputusan tertinggi di Indonesia. Dihimbau agar masyarakat tidak terpancing dengan isu-isu yang menyesatkan yang berkembang di media yang dengan sengaja disebarkan untuk membuat agar penanganan masalah keamanan nasional tidak bisa tuntas, karena apabila Indonesia mampu membuat situasi tenang tanpa gangguan keamanan nasional yang berarti, maka Indonesia dengan segala sumberdaya alam yang ada ditambah dengan bonus demografi bila dikelola dengan baik, akan mengantarkan Indonesia sebagai negara besar dan kuat, bukan hanya besar secara fisik saja, namun besar dan kuat dalam arti yang sesungguhnya di dunia Internasional. Untuk itu Wantannas siap untuk memberikan edukasi berkaitan dengan pemahaman urgensi dilaksanakannya Validasi dan revitalisasi Wantannas menjadi Wankamnas secara langsung.