Pagi itu, di bawah langit Ibu Kota Nusantara, suasana terasa begitu khidmat. Udara pagi yang segar seakan membawa semangat baru bagi mereka yang berdiri tegap di halaman Istana Negara IKN. Hari ini, Sabtu, 17 Agustus 2024, menjadi hari yang istimewa. Untuk pertama kalinya, Sang Merah Putih dikibarkan di jantung ibu kota baru, sebuah tanda awal bagi Indonesia yang tengah melangkah ke babak baru sejarahnya.
Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi yang digelar di Ibu Kota Nusantara ini tidak hanya menjadi momen bersejarah bagi bangsa, tetapi juga menjadi cerminan kebanggaan dan harapan baru bagi masyarakat dan para pemuda Indonesia. Ribuan warga dari berbagai penjuru Nusantara berkumpul untuk menyaksikan momen ini, membawa kisah-kisah yang mencerminkan rasa syukur, kebanggaan, dan optimisme terhadap masa depan Indonesia.
Pengibar Bendera yang Membawa Semangat Baru
Di barisan terdepan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), berdiri tegap Akmal Faiz Ali Khadafi, seorang pemuda dari Jawa Tengah. Wajahnya tampak tegang, namun di balik itu ada keteguhan hati yang tak tergoyahkan. “Sebelumnya memang gugup,” ujar Akmal, mengenang detik-detik sebelum tugasnya dimulai. Namun, ia tahu bahwa tanggung jawab ini harus dijalankan dengan sempurna. “Ini adalah tugas negara, saya harus menjalankannya dengan maksimal,” lanjutnya penuh tekad.
Ketika Sang Merah Putih mulai berkibar di udara Nusantara, Akmal merasa seolah berada di tengah mimpi. Di bawah bendera yang berkibar, ia merasa semua kerja keras dan pengorbanannya terbayar lunas. “Saya tidak percaya bisa sampai di sini. Ini adalah hasil dari doa dan dukungan kedua orang tua saya dan saya sampai sini adalah untuk membuat bangga orang tua, meningkatkan derajat orang tua, dan tentunya mengabdi pada bangsa dan negara,” jelasnya.
Sementara itu, Try Adyaksa dari Sulawesi Selatan, yang bertugas sebagai pengerek bendera, merasakan adrenalin yang mengalir deras. Di hadapan ribuan pasang mata, termasuk Presiden Joko Widodo, ia merasa gugup. “Awalnya sangat gugup, apalagi melihat banyak orang, melihat ada Pak Presiden,” kenangnya. Namun, begitu langkah pertama diambil, rasa gugup itu perlahan menghilang. “Saya merasa seperti latihan biasa, dan semuanya berjalan lancar,” ujarnya lega.
Bagi Try, momen pengibaran bendera ini adalah pencapaian yang luar biasa, terutama karena latar belakangnya yang berasal dari keluarga sederhana. “Kami tidak punya bayangan bisa sampai ke tingkat pusat, bahkan menjadi tim inti di pasukan 8,” katanya.
Di sisi lain, Fifandra Ardiansyah Daud, pemuda dari Maluku Utara, yang dipercaya sebagai Komandan Kelompok 8, memimpin pengibaran bendera. “Gugup pasti, tapi saya fokus dan rileks. Ini adalah tugas negara dan saya merasa sangat bangga bisa melakukannya,” ujarnya. Kepercayaan yang diberikan padanya adalah anugerah yang tak ternilai. Ia pun menilai bahwa pencapaiannya hingga titik ini adalah berkat doa kedua orang tuanya, terutama ibunya. “Saya juga berterima kasih sama ibu saya karena kalau bukan karena doa ibu saya, saya tidak akan sampai di titik ini,” ungkapnya.
Andre Roland dari Papua Pegunungan, yang bertugas sebagai Komandan Kelompok 17, merasa sangat terhormat bisa berdiri di depan Presiden dan seluruh bangsa Indonesia. “Pengalamannya saya sangat bahagia dan bangga bisa tampil di depan Bapak Presiden dan khususnya menjadi Danpok 17, yang memimpin jalannya upacara juga,” ucapnya. Bagi Andre, semangat dan doa dari keluarga serta teman-temannya di Wamena adalah sumber kekuatan yang membuatnya mampu menjalankan tugas dengan sempurna.
Suara Masyarakat yang Bangga dan Penuh Harapan
Tidak hanya para pemuda yang merasakan kebanggaan, masyarakat yang hadir pun merasakan hal yang sama. Edi Sopyan, seorang warga suku Dayak Benuaq asal Kalimantan Timur, tidak bisa menyembunyikan rasa bangganya. “Bangga, sangat bangga, karena ini memang momen pertama dan kita masyarakat biasa diundang ke sini,” ujarnya.
Edi juga beruntung mendapat sepeda dari Presiden Jokowi karena mengenakan pakaian adat yang memadukan elemen dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah, mencerminkan semangat kebinekaan yang menjadi ciri khas Indonesia. “Kami berharap IKN terus berlanjut sehingga ini berdampak khususnya masyarakat di Kalimantan,” tuturnya, menyuarakan harapan bagi masa depan Ibu Kota Nusantara.
Eka, seorang warga Balikpapan, menyatakan kekagumannya terhadap kemajuan pesat pembangunan ibu kota baru ini. “Dari yang awal saya datang ke IKN cuma hutan-hutan, jalanannya belum sebagus ini, dan ternyata progres dalam jangka waktu kurang dari 1 tahun sudah jadi semegah ini, luar biasa sekali,” ucapnya penuh takjub. Eka juga berharap Presiden terpilih, Prabowo Subianto, bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming, dapat melanjutkan pembangunan IKN.
Selompok anak muda dari Sulawesi, Tutut, Retno, dan Hajra, juga merasa bangga dapat menjadi bagian dalam upacara perdana di Ibu Kota Nusantara. “Berkesan banget karena ini merupakan upacara pertama kalinya selain di ibu kota Jakarta, dan ini merupakan ibu kota baru dan pertama kali dirayakan 17 Agustus di sini,” kata Hajra dan teman-temannya dengan antusias.
Mereka juga sepakat bahwa pembangunan Ibu Kota Nusantara adalah sesuatu yang luar biasa. Menurutnya, IKN sangat maju dan upaya pelestarian lingkungannya masih tetap terjaga di tengah pembangunan masif. “Konsepnya sendiri merupakan kota hijau di mana bisa dilihat sekitar wilayah IKN ini masih banyak pohon-pohon yang masih asli, yang benar-benar asli dari hutan itu sendiri,” ucap Retno.
Momen Bersejarah di Ibu Kota Nusantara
Di Ibu Kota Nusantara, sejarah baru telah ditorehkan. Pengibaran Sang Merah Putih ini bukan hanya simbol kebangkitan, tetapi juga awal dari perjalanan panjang menuju Indonesia Emas 2045. Para pemuda dan masyarakat ini, dengan segala semangat dan dedikasi, telah menunjukkan bahwa mereka siap menjadi penjaga dan penerus bangsa yang besar ini, sambil mengarungi masa depan yang penuh harapan.